Wednesday, December 30, 2009

New years is ahead... HAPPY NEW YEAR...!!!


Happy New Year... Hope we all stil have fresh air to breath, green grass to walk on, sunny day to enjoy, and of course each other to enjoy some more cup of good coffee and nice conversation...

Tuesday, December 29, 2009


“There are memories & there are places
There are warms feeling & there are people
But, sometimes in life…
We come by something that has all of these in one
Something that makes us feel good
Something we always want to come back to
Something we can call “Paradiso”


Tahun ini adalah tahun yang begitu berarti buatku. Bukannya ingin melemahkan arti tahun2 lainnya.
Di Tahun ini genap setahun aku merajut harapan bersama seorang laki-laki yang begitu sempurna untukku. Sempurna bukan berarti tanpa hambatan dan tantangan. Hubungan yang dibangun dari kesadaran diri akan kekurangan dan kekaguman akan satu sama lain. Hubungan yang dimulai dari langkah pertama dan terus berlanjut ke langkah-langkah berikut yang begitu sarat makna. Walaupun perjalanan kami belum sampai pada tujuan, tapi kami menikmati tiap-tiap detiknya.
Tahun ini juga merupakan tahun yang cukup berat dalam pekerjaanku. Pekerjaan yang cukup kusukai sebetulnya. Tapi, ketika semua harus berbenturan dengan system yang belum tertata, organisasi yang kurang baik komunikasinya dan hal-hal lain yang tidak dapat aku toleransi lagi. Hal ini cukup membuat syaraf-syaraf otak dan ketenangan jiwa yang sangat kuinginkan terjaga menjadi sangat terganggu. Kalau orang bilang “bikin stress”.
Ketika himpitan pekerjaan ini membuatku ingin meledak, aku mengirimkan sms ke seorang kerabat di Malang yang berisi keinginanku untuk mendapatkan masa menenangkan diri. Aku mendapatkan sms jawaban yang berbunyi,
“Sudah, ga usah pake mikir, berangkat aja sekarang, ga usahmikir akomodasi selama di Malang.”
Ada rasa haru dalam dada, menyadari bahwa masih ada kerabat yang peduli dan memahami kesusahanku. Kuakui bahwa selama aku bekerja di Bogor aku memang sangat jarang aktif dalam komunitas yang selama ini memang menjadi salah satu balance dalam keseharianku. Terjerat dalam rutinitas yang cukup intens baik secara fisik maupun mental membuatku kelelahan. Aku menyadari terjadi perubahan dalam diriku yang bagiku sangat tidak baik.
Setelah mengabarkan ke sayangku yang tengah liputan di timur Kalimantan, akupun mulai mencari tiket. Inginnya masih dapat tiket pesawat, tetapi ternyata sudah habis. Aku cek Gajayana tiketnya melambung ke angka 370rb, mungkin karena long weekend. Hampir saja rencanaku gagal, kalau tidak karena kawan yang secara tidak sengaja kontak bersedia menemaniku naik kereta ekonomi Matar Maja.
Maka meluncurlah kami ke Malang ari stasiun Senen pukul 14.00 dengan sarana angkutan rakyat. Sebetulnya angkutan kereta ini bisa dibilang cukup untuk kami yang terbiasa backpacking dan menempatkan kenyamanan di nomer sekian dalam perjalanan yg kami lakukan. Mendapatkan gerbong paling belakang menyatu dengan penumpang-penumpang lain yg kebanyakan adalah pekerja kasar di Jakarta. Pastinya bisa dibayangkan bagaimana mereka memperlakukan kereta murah meriah ini (harga karcisnya Rp.51.000,-). Mereka makan, merokok, tidur, pokonya semuanya bisa dilakukan dengan merdeka di dalam gerbong kereta. Belum lagi pedagang asongan yang lalu lalang menjajakan jualannya dari makanan kecil, kopi, pop mie, sampai ke kipas, penganan utk oleh2, pipa rokok, pokoknya komplit deh.
Pengennya sih bisa istirahat selama perjalanan, tapi dengan begitu banyak gangguan, maka Cuma tidur-tidur ayam yg bisa kulakukan. Berbeda dengan teman seperjalananku yang memang cukup bisa membiasakan diri untuk tidur dimanapun dan dalam kondisi apapun. Saya cukup iri melihat dia dapat tidur dengan enaknya.


Dua hari liburan di Malang kami isi dengan ngopi, ngobrol-ngobrol ringan, bertemu kawan-kawan, menikmati sunrise di Bromo, ngopi sambil kongkow lagi. Memang inilah yang kuharapkan untuk liburan kali ini. A real getaway dari segala kelelahan yang kurasakan. Kami sangat menikmati liburan yang begitu santai dan tidak ter-jadwal ini. Yang terpenting adalah menghabiskan waktu bersama kerabat sambil menikmati suasana Malang yang tenang dan pemandangan alam Bromo yang sedang hijau-hijaunya.
Kembali ke Jakarta-bogor aku merasakan cukup fresh dan sepertinya siap untuk menghadapi rutinitas ku kembali. Tapi ternyata setelah kembali ke kantor segala ketidak nyamanan itu kembali menyergapku. Apakah memang sudah waktunya aku untuk mengembangkan sayapku dan terbang ke tempat lain?


Friday, November 13, 2009

Cinta Sebening Embun...


Pernahkah engkau coba menerka
apa yang tersembunyi di sudut hati?
Derita di mata, derita dalam jiwa
kenapa tak engkau pedulikan?
Sepasang kepodang terbang melambung
Menukik bawa seberkas pelangi
Gelora cinta, gelora dalam dada
kenapa tak pernah engkau hiraukan?
Selama (selama) musim belum bergulir
Masih ada waktu (ada waktu) saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun
Kasih pun mulai deras mengalir (kasih pun deras mengalir)
cemerlang sebening embun
(na na na na na na na na)
Pernahkah engkau coba membaca
sorot mata dalam menyimpan rindu?
Sejuta impian, sejuta harapan
kenapakah mesti engkau abaikan?
Selama (selama) musim belum bergulir
Masih ada waktu (ada waktu) saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun
Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu (ada waktu) saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu pun tersibak, cinta mengalir sebening embun
Kasih pun mulai deras mengalir (kasih pun deras mengalir)
cemerlang sebening embun

Song & Lyric: Ebiet G Ade
Photo: from google

Monday, November 9, 2009

Forever Love...



Niatnya kuingin lembur malam ini untuk menghadapi meeting Rabu besok. Sampai Kosan kubuka laptop, cek imel & pasang status FB sambil diiringi Kenny G "Love Collection" album. Pas sampai di Forever in Love kok tiba-tiba aku jadi terhanyut dengan lamunanku sendiri. Sepertinya irama lagu itu membuatku untuk mengingatmu. Kamu yang setahun ini mengisi hari-hariku. Kamu yang saat ini menjadi begitu berarti menempati hatiku. Kamu yang sempat membuatku ketakutan setengah mati. Kamu yang membuatku mempertanyakan arah hidupku.

Aku yang selama ini tidak pernah menemukan keyakinan untuk menapaki siklus hidup yang berjudul "membina rumah tangga" seperti disodorkan kenyataan bahwa aku harus melakukannya. Kamu yang mengingatkanku bahwa aku memerlukan seorang lelaki sebagai pendamping hidupku. Kamu membuatku lemah dalam ketegaranku, kuat dalam kerapuhanku. Kamu membuatku menangis saat bahagia, tertawa saat sedih melanda. Kamu membuatku meneteskan airmata tapi menyadarkanku bahwa itu adalah airmata yang datang dari cinta. Dengan tanpa ampun kamu membakar ego yang membatu karena tempaan hidup dalam dadaku, sehingga akupun luruh dalam kesadaran bahwa takdirku adalah seorang perempuan.



Ketika ku berfikir bahwa kehidupan percintaan bukanlah untukku, Tuhan mempertemukanku denganmu. Perkenalan yang bersahaja, kekaguman yang tulus, kasih yang terajut begitu halus membuatku bersimpuh dalam syukur yang begitu dalam. Keindahan dalam kesederhanaan cinta yang kamu persembahkan membuatku sering termangu apakah aku berhak akan semua ini.

Akupun teringat sebuah puisi dari Almarhum aktivis dan penikmat alam yang kita sama-sama kagumi,

Senja ini, ketika matahari turun ke dalam jurang-jurang mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya
“tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
‘terimalah dan hadapilah

dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas-batas jurangmu

aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

Gie ~ Jakarta 19-7-1966

"aku terima kau dalam keberadaanmu, seperti kau terima daku...", just that simple!!!.

Kamu membuatku mengerti bahwa cinta itu tidak perlu rumit. Cinta itu adalah menerima seutuhnya. Kamu menawarkan sebuah kenyataan bahwa cinta itu tidaklah mudah, tapi setelah segala kesulitan, kesedihan, ketidakpastian, kita akan diberikan sebuah anugerah yang tidak ternilai harganya. Sebuah kebersamaan yang sederhana tapi memiliki nilai "ilahi".

Kutahu jalan kita baru saja terbuka, lembaran cerita kita baru sampai pada "once upon a time", tapi biarkanlah ku berharap kita akan sampai pada bagian "and they live happily ever after". Semoga ini adalah doa kita bersama. Terima kasih Tuhan.

Bogor, 9 Nov 2009


Friday, September 25, 2009

Where is the love???

Just kinda remember this particular song...
kinda hope human kind stil remember that we have to hold on to the love we had...

What's wrong with the world, mama
People livin' like they ain't got no mamas
I think the whole world addicted to the drama
Only attracted to things that'll bring you trauma
Overseas, yeah, we try to stop terrorism
But we still got terrorists here livin'
In the USA, the big CIA
The Bloods and The Crips and the KKK
But if you only have love for your own race
Then you only leave space to discriminate
And to discriminate only generates hate
And when you hate then you're bound to get irate, yeah
Madness is what you demonstrate
And that's exactly how anger works and operates
Man, you gotta have love just to set it straight
Take control of your mind and meditate
Let your soul gravitate to the love, y'all, y'all

People killin', people dyin'
Children hurt and hear them cryin'
Can you practice what you preach
Would you turn the other cheek

Father, Father, Father help us
Send some guidance from above
'Cause people got me, got me questionin'
Where is the love (Love)

Where is the love (The love)
Where is the love (The love)
Where is the love
The love, the love

It just ain't the same, always unchanged
New days are strange, is the world insane
If love and peace is so strong
Why are there pieces of love that don't belong
Nations droppin' bombs
Chemical gasses fillin' lungs of little ones
With ongoin' sufferin' as the youth die young
So ask yourself is the lovin' really gone
So I could ask myself really what is goin' wrong
In this world that we livin' in people keep on givin'
in
Makin' wrong decisions, only visions of them dividends
Not respectin' each other, deny thy brother
A war is goin' on but the reason's undercover
The truth is kept secret, it's swept under the rug
If you never know truth then you never know love
Where's the love, y'all, come on (I don't know)
Where's the truth, y'all, come on (I don't know)
Where's the love, y'all

People killin', people dyin'
Children hurt and hear them cryin'
Can you practice what you preach
Would you turn the other cheek

Father, Father, Father help us
Send some guidance from above
'Cause people got me, got me questionin'
Where is the love (Love)

Where is the love (The love)
Where is the love (The love)
Where is the love
The love, the love

I feel the weight of the world on my shoulder
As I'm gettin' older, y'all, people gets colder
Most of us only care about money makin'
Selfishness got us followin' the wrong direction
Wrong information always shown by the media
Negative images is the main criteria
Infecting the young minds faster than bacteria
Kids wanna act like what they see in the cinema
Yo', whatever happened to the values of humanity
Whatever happened to the fairness in equality
Instead in spreading love we spreading animosity
Lack of understanding, leading lives away from unity
That's the reason why sometimes I'm feelin' under
That's the reason why sometimes I'm feelin' down
There's no wonder why sometimes I'm feelin' under
Gotta keep my faith alive til love is found
Now ask yourself

Where is the love
Where is the love
Where is the love

Father, Father, Father help us
Send some guidance from above
'Cause people got me, got me questionin'
Where is the love

Now sing with me ya'll (one world, one world)
We only got (one world, one world)
That's all we got (one world, one world)

And something's wrong with it (yea)
Something's wrong with it (yea)
Something's wrong with the w-w-world

We only got (one world, one world)
That's all we got (one world, one world)

~BLACK EYE PEAS~

Thursday, August 13, 2009

Rendra: Going against the tide




By: Anand Khrishna, Jakarta Post Aug.8, 2009

My first and last meeting with W.S Rendra took place not long after The Jakarta Post carried an exclusive interview on the great poet on Nov. 12, 2005. I was then invited by a friend to talk about national integration and Pancasila the state ideology.
Rendra was seated with others in the audience; an d listened to me attentively. After I finished my talk our host introduced us. Rendra was very informal, “Bung” meaning “brother”, “you are going against the tide. Nobody cares about Pancasila anymore. What can you do?”
I said, “I learnt the art (of going against the norm) from you.”
He remained silent for a while, and then nodded, “Yes, yes, yes, we have to go on. Don’t we?”
We discussed many things, and I could feel his restlessness. At the same time, he was also surprisingly hopeful. What a man! He was a perfect blend of tragic poet and dynamic activist, restless and yet hopeful.
I was truly impressed.
Here was a man who dared to go against the tide. He lived life on his own terms. He was not ashamed of his lust and passion, at the same time he did not stop at that. He was clearly trying to transcend them.
“When I hear people talking about my possessions, I tell them that I am but only a trustee.”
In the next few lines, he lists out all his possessions, the movable and the immovable.
“But, why have I been entrusted with all these things? Why di I grieve when something that has been entrusted to me is taken back by the rightful owner?”
Rendra, who was born a Christian in Surakarta (Central Java), on Nov.7, 1935, died a Muslim in Depok (West Java), on Aug.6, 2009. He lived to ne as human as possible.
When I heard about his death from a friend, I sighed, “One more loss.”
Two days earlier, we had lost Mbah Surip, another great artist and a humble man, a down- to- earth person.
Alas, Mbah Surip and now Mas Rendra. But, then I remembered the poet’s lines.
“Why di I grieve when something that has been entrusted to me is taken back by the rightful owner?”
I can almost hear Mas Rendra reciting the next lines in that verse. “Why di I consider it a calamity? Why do I call it test?”
Rendra was a poet, a genius at that, but more than a poet, he was a man of integrity. He was a man of courage.
Rendra complained about our system of government, which he believed was a continuation of the Dutch colonial system. “Through poems I criticize development that does not benefit the people and that ignores social and cultural issues.
“It is normal for a colonial ruler to ignore those aspects, but after independence we have to work on the social and cultural aspects.”
One of Rendra’s core beliefs was that when a nation forgets its social and cultural values, moral decadence cannot be avoided.
“I mustr enlighten the people. Anytime there is moral decadence, poets have to react.”
“If there is natural devastation, poets have to react. If there is failure in the government, many poets say that it is not their business. I do not agree.”
Here it is not Rendra the poet speaking, but Rendra the activist.
During President Soeharto’s governance, Rendra was often threatening and detained for expressing his thoughts on the government through his poems and dramas. Undeterred, he continued promoting his beliefs through his work, despite that hardship.
When Rendra was asked about his support for Nurmahmudi, the Major of depok and a member of the prosperous Justice Party (PKS), he said:
“ [I] support Nurmahmudi not because I am a member of PKS. It is impossible for me to join PKS. For me, PKS is a party with an unclear platform.”
PKS was not the only political party targeted by Rendra, who constantly lamented that not a single party had reacted to an increase in politicians’ salaries when the majority of Indonesians live below the poverty line.
Nurmahmudi was notorious for canceling a building permit for a church that was be built in Depok. I am not sure whether Rendra ever raised this issue with the Depok Mayor.
Rendra was very much concerned about the rights of minority groups.
“There was a Christian family who was expelled from their house for organizing a prayer (meeting). I often organize prayers at home peacefully. Does it mean that a Muslim is allowed to organize a prayer and others are not allowed?”
Mas Rendra, soon we will be celebrating our national day, albeit without you, and without Mbah Surip this year. We will miss you. But as we hoist the national flag, we shall remember your words.
“There is a hope. It is not because of the quality of the government or the political parties. It is because the young generations have started to understand social knowledge, psychology, linguistics and anthropology. There is hope.”

Monday, July 13, 2009

We shall never forget, to change our way... ( Sempu Story)









I'm Gonna Make A Change, For Once In My Life
It's Gonna Feel Real Good, Gonna Make A Difference
Gonna Make It Right . . .
I'm Starting With The Man In The Mirror
I'm Asking Him To Change His Ways
And No Message Could Have Been Any Clearer
If You Wanna Make The World A Better Place
Take A Look At Yourself, And Then Make A Change
(Lyric taken from : Michael Jackson “Man in the Mirror”)

Lets go To the beach…
Ini mungkin tema paling cocok untuk saya dalam beberapa bulan terakhir ini. Dimana tempat main saya berubah dari gunung ke pantai. Setelah bermesraan dengan Ujung Kulon saya diberi kesempatan untuk bercengkrama dengan indahnya Pulau Sempu yang disebut2 sebagai The beach-nya Indonesia. Mau Gunung, pantai, atau apapun saya akan sangat menikmati setiap perjalanan saya baik yang menyenangkan ataupun tidak.
Di dalam perjalanan yang saya lakukan saya selalu mencoba menemukan sesuatu yang baru baik dari diri saya, teman seperjalanan saya maupun dari tempat-tempat serta orang-orang yang saya temui. Semuanya adalah bagian dari perjalanan itu sendiri.
Kali ini saya dan teman-teman berkesempatan mengunjungi Cagar alam Pulau Sempu yang terletak di Kabupaten Malang bagian selatan. Saya, 2 orang teman saya dari Komunitas 1001buku, 1 orang teman SMA, dan 1 orang adik teman SMA saya yang menggantikan kakaknya berangkat naik Batavia Air sekitar jam 12 siang (terlambat 1 jam dari jadwal) dari Bandara Cengkareng. Tim cewek-cewek gagah jelita ini ditambah tim guide dari Malang yaitu mas Andi (pengelola Baung Camp di Purwodadi), mas Sigit (Bp. Guru di Malang yg juga penggiat kegiatan alam terbuka) berangkat dari Malang sekitar pukul 2 siang. Kita langsung menuju Sendang Biru yang merupakan pintu masuk ke Cagar Alam Pulau Sempu. Setelah melakukan registrasi dan melepas lelah serta melakukan kewajiban2 lainnya kami berangkat sehabis maghrib dengan menggunakan perahu nelayan. Karena keadaan sekekliling yang sudah gelap gulita, kami hanya bisa menikmati lampu2 di bagan & perahu nelayan serta bintang2 di langit malam. Perjalanan sekitar 15-20 menit dan kami sudah merapat di Pulau Sempu. Keadaan pantai sedang surut sehingga kami haru berjalan pelan-pelan menyusuri pantai memasuki hutan menuju Danau Segara Anakan tempat kami akan kemping malam ini.
Perjalanan cukup melelahkan karena dilakukan di waktu malam, tapi kami tetap melaluinya dengan hati yang riang. Untungnya teman- teman perjalanan kali ini sangat positif dan menyenangkan sehingga trekking selama hampir tiga jam bisa dilalui dengan baik. Memang sempat terjadi kejadian-kejadian yang cukup menghambat, tetapi kami semua dapat mengatasinya dengan tetap positif dan niat yang baik.
Malam itu kita lewati dengan memasang tenda, makan malam dan mengistirahatkan tubuh yang cukup lelah. Kami juga disuguhi dengan pemandangan langit yang penuh bintang yang sudah tidak bisa dinikmati di Jakarta.
Paginya, barulah kita bisa melihat keindahan segara anakan. Ini betul-betul another “piece of paradise” yang pernah ku kunjungi. Pantai pasir putih dengan kejernihan airnya yang kehijauan terlindung dari kegananasan ombak pantai selatan oleh dinding karang yang memutarinya. Airnya berasal dari karang bolong yang tak henti-hentinya menghempaskan air ke dalam danau segara anakan. Makin siang air makin pasang dan Danau Segara Anakan makin indah untuk dinikmati. Saya dan teman-teman pun tak segan menikmati semua keindahan ini sepuasnya.
Namun, ada yang membuat saya dan teman-teman sangat sedih. Danau segara anakan memiliki lahan camping yang tidak begitu besar. Hanya cukup menampung sekitar 6-10 tenda berukuran sedang. Tapi, karena akses yang sangat mudah berakibat sulitnya mengontrol keluar masuknya pengunjung disana. Dan juga kurangnya sosialisasi Pulau sempu sebagai Cagar Alam membuat pengunjung yang datang memperlakukan Pulau sempu sebagai tempat wisata biasa, bukan berarti kita bisa seenaknya di tempat-tempat wisata. Yah, semua memang kembali kepada pribadi manusianya masing-masing.
Hal-hal yang patut disayangkan saya temukan disana, seperti; timbunan sampah bekas pengunjung yang menyebabkan (perkiraan saya) berkembang biaknya sejenis serangga seperti anak kecoa kecil2 dan menjijikkan. Serangga seperti ini tidak pernah saya temukan di pantai-pantai yang relative bersih. Penuhnya pengunjung yang datang pada satu waktu membuat tidak nyaman dan kurang bisa menikmati alam dengan lebih tenang. Walaupun ada batas quota 20 orang tiap sekali kunjungan tetapi rupanya pada kenyataannya hal ini tidak dapat terealisasi.
Saya mengajak semua para penikmat alam untuk lebih peduli dan memperhatikan kesinambungan alam kita. Kita mungkin masih cukup beruntung bisa menikmatinya saat ini, tetapi akan sampai kapan keasrian dan keindahan alam kita akan bertahan? Kalau kita tidak mau peduli.
Seperti bait lagu yang dibawakan oleh King of Pop kita yang berjudul “man in the mirror” diatas….
Kita lah yang harus bertindak dan harus sekarang!!!

Sunday, July 12, 2009

Dangerously Beautiful Ujung Kulon by Fishing












Pada tanggal 29-31 Mei & 5-7 Juni, saya mendapat keberuntungan untuk mengunjungi salah satu suaka margasatwa di Pulau Jawa yang juga merupakan salah satu World Heritage. Perjalanan yang pertama saya diajak oleh MK Fishing Tour yang dimotori oleh Om Gino 7 mas Anto. Mereka adalah para pemancing yang memiliki obsesi di masa pensiunnya memilih untuk mancing dan mancing dan mancing, hehehehe... oleh karena itu mereka telah merintis dan membesarkan usaha sebagai operator wisata mancing yang masih sangat jarang di Indonesia.
It was my first time visiting Ujung Kulon and also my first to go Fishing, especially sport fishing. My fishing experience only happen in my childhood fishing small mujaer at small river at my mom's hometown.
We arrive at Sumur (last village at Ujung Kulon) by dawn and refresh ourselves while the crew loading all stuff and equipment to the boat that will take us enjoy Ujung Kulon for two days and one night. At six in the morning we all aboard the boat and headed to the sea with the morning breeze and the sunrise. We go fishing directly along the way to Pulau Peucang as we will spend the night there. We go to Tj. Senini, Tj. Layar, Karang Copong, etc to do Popping (one of the sport fishing technic). This sport fishing things was new for me, though my boyfriend already give me a bundance story and photo and video about this, but actually doing it was my first. And after awhile I actually enjoy it. It was nothing like fishing I’ve known before. It's a sport alright because you have to throw the rod and reel over & over and it was quite heavy and I have to train my selves over and over to do it right.
They also introduce me with Catch & Release in the world of Fishing. The idea was to release the fish after we catch it. It's related to have a sustainable Fishing Tourism and to protect the fish from over fishing. I definitely like the idea, as I also not really like to have this 50cm length fish on my dish. It's just not my kind of cuisine.
After having lunch on board with ABK cooking meals that really taste Delicious. It's not just because the scenery and the place and the fact that I was starving. The meals is really was delicious. Two thumbs up for the cook (this actually becoming an issue for me, as my boyfriend give the credit for the cook more than he give for me, hahaha...), well, that's fine as I'm not much of a cook my selves). Well, after having lunch we docking by noon at Peucang Island to have the night rest. Our bodies were aching after having so much throwing at Popping but our hearts were content. We can't wait the morning to give our best at all the GT (giant trevally fish) at Ujung Kulon.
The first journey at the end of May was MK internal Fishing Training. It was more personal and I really enjoy the whole trip. I also have the chance to visit Kr. Jajar, the favorite spot to do Popping. The wave is high enough for me. I barely could stand on my feet. The funny part is all my friends are calmly doing popping as I try my best just to stand on my feet. It was iritating for me... But, the view is spectacular as I saw line of magnificent rocks along the strait. It has hypnotic effect for me.
The Second trip was My company trip with few clients. It was a bit crowded but still enjoyable for me.
Ujung kulon adalah salah satu tempat yang sudah lama ingin aku datangi, tetapi masih belum mendapatkan kesempatan. Ketika kesempatan itu datang tidak hanya sekali tapi langsung 2 kali berturut-turut. Wow!! Betapa beruntungnya aku.
Ujung Kulon bukan hanya tempat untuk Wisata Mancing tetapi sebetulnya dia sudah sangat dikenal untuk Wisata ekologi nya dimana disinilah tempat Badak yang paling dilindungi di dunia yaitu Badak Bercula satu berada. Kita bisa trekking, swimming, snorkling, diving dan aktivitas lainnya yang dapat kita lakukan. Aku tidak habis-habisnya mengucapkan syukur bahwa Ujung Kulon masih bisa bertahan dan terawat relatif baik dibanding tempat-tempat wisata alam lainnya yang banyak sekali tidak bis abertahan karena ketidak pedulian manusia.
Saya mendengar bahwa ikan di perairan Ujung Kulon tidak lagi sebanyak 5-10 tahun yang lalu. Semoga menjadi tanggung jawab kita semua untuk tetap menjaganya. Karena saya dan pasti kita semua ingin agar anak cucu kita masih dapat menikmatinya seperti kita. It was definitely dangerously beautiful Ujung kulon, a piece of paradise at the western end of Java.

for detail info, check this link: www.mkfishintour.com

Saturday, July 11, 2009

Between politics, faith and sex by Anand Krishna


*Anand Krishna* , Jakarta post | Tue, 05/19/2009 10:00 AM | Opinion

While reading Friday’s Jakarta Post, a visiting friend remarked we were “a
funny” country. Perhaps he was trying to use a milder term for something
else. His remark came after reading an item concerning Prosperous Justice
Party (PKS) chairperson Tifatul Sembiring’s views on Bank of Indonesia’s
Governor, Boediono, as the running mate of Susilo Bambang Yudhoyono for his
next term in the office as president.
The second piece of news was about another equally “funny” article about the
requirement for a female presidential candidate to avoid having sex for ten
days.

Tifatul Sembiring is not very comfortable with Governor Boediono’s faith and
says, as quoted by this paper, “Boediono has never been seen speaking to
Muslim masses.”
So, although he regularly attends Friday prayers in the mosque, he is still
considered that not sufficiently Muslim”.
What is more “funny” is that according to Sembiring’s statement, his
constituents see Boediono as a nationalist, which is not a proper
representation of Islam.
The question is; what then is the proper representation of Islam? Another
more important question is; can Muslims be not nationalists at the same
time?

What equally bothers me is whether the Christians, or Hindus, or Buddhists
have any chance to be a vice president of this country. Where is this
country leading to?
The former president of Prosperous Justice Party, Hidayat Nurwahid, who now
chairs the People’s Consultative Assembly (MPR), made a statement awhile
ago that he had received several SMSs saying that he was against national
unity (NKRI) and the national ideology based on the principle of Bhinneka
Tunggal Ika (Unity in Diversity).
Hidayat denied all these allegations. It is now high time that he makes it
clear what is his
understanding of Unity in Diversity in view of his party’s high commands
statement.

Hidayat also refused to be associated with Saudi wahabis, who according to
him were against political parties. What about the ideology of wahabis,
which places uniformity above Unity in Diversity?
Of much interest is also the reason the Depok regent decided to close down a
church, and to deny them a building permit. Interestingly, this regent
belongs to Hidayat’s party. It would be interesting to hear Hidayat to speak
on this subject.
There was another piece of news related to the sexual activities of female
presidential candidates; perhaps the Indonesian Doctors Association (IDI)
chairman, Fachmi Idris, has conducted extensive research on this subject.
What he forgot to disclose was a more understandable reason behind this.
To quote the Post on this subject, “the requirement for a female candidate
to avoid having sex is
to prevent the outcome of her medical check up from showing ‘biased’
results.”

What is not mentioned is whether the so-called “biased” results are only
related to females alone, or also to the males?
The latest findings in the field of medicine have indicated that as women
have their menstruation, men also experience a similar cycle with different
symptoms. As women have menopause, men too have andropause.
Indeed, women can have xx chromosomes, men cannot have yy. Men inherit the
xx chromosomes from their mothers. We are not discussing the issue of the
superiority of men over women or vice versa. But let us talk of some
sensibilities.

In this region of the world, we have never tabooed sex. We have made
intensive studies about sexual energies. The ruins of our campuses at Sukuh
and Cetoh at Central Java are proof of this.
Sexual energy when not channeled for higher purposes to make one more
creative and innovative, will only try to find its release through
intercourse and masturbation. By the way, the passion to hold on to a
position or to fight for a position at any cost – are also prompted by
unchannelled or rather mischannelled sexual energy.
I have many questions in my mind; my friends from overseas have many
questions in their mind. What about you? The readers of The Jakarta Post. If
we do not start questioning today, then tomorrow it may be too late.
*
The writer is a spiritual activist and the author of more than 120 books.*

Monday, May 25, 2009

Puisi-puisi hujan...


HUJAN 1

Hujan turun subuh ini
Dari balik jendela kupandangi rintiknya
Jalan bersinar keperakan ditimpa sinar lampu jalan
Aku sepi…
Dingin merambati kulitku
Berselimutkan kain sarung selepas shalat
Mencari sosokmu diujung jalan
Aku benci…
Dingin dan sepi menelusup ke dada
Saat kubuka jendela
Tetes hujan jatuh di tanganku
Aku beku…
Sepang, 21 Aug 05


HUJAN 2

Aku masih berdiri disini
Dengan tangan yang mulai kaku
Angin dingin bertiup lirih
Waktupun enggan melaju
Apa yang menahanku?
Setelah kau katakana jangan menunggu
Kau akan pergi dengan ombak yang menderu
Tak kau dengar seruku?
Jangan tinggalkan aku
Nanti darahku jadi beku *)
Bunga-bungan rindupunakan layu
Lalu gugur satu-satu
Ingin kurobek kenangan
Yang selalu dating menghampiri
Kutepis lalu kutendang
Tapi tak juga mau pergi
Masih kucari sosokmu
Yang melangkah pergi bersama hujan, gelap dan dinginnya malam
Punggungmu hilang tertelan kesunyian
Aku lunglai sendirian...

08 jul 07
*)dikutip dari puisi Chairil Anwar

HUJAN 3

Hujan turun malam ini
Tanpa kata...
Memaksaku untuk terjaga
Hujan turun malam ini
Tanpa rasa...
Merambati ruang otakku
Meninggalkan kesan dingin dihatiku
Lalu pergi...

Sepang, 03 sep 06


Saturday, May 23, 2009

Sajak-sajak Badui U. Subhan


KORAN TEMPO, MINGGU, 28 DESEMBER 2008

KEPADA NIETZSCHE

barangkali ada benarnya
cahaya adalah senjata para tiran
sebab itu puisi kerap berkelana
di ruang-ruang sempit lagi gulita

depok, 2008


KAFE SUFI

hanya dengan secangkir kopi syariat
akan kau cium harumnya aroma surgawi
seruput saja, tandaskan, meski tanpa gula
lupakan manisnya segala muslihat duniawi
seraya berpusing menari di lantai makrifat

depok, 2008


TENTANG GUGUR

daun-daun yang segera gugur
tak pernah pamit kepada ranting
namun pucuk-pucuk kecil selalu tahu
apatah sunyi di saat genting

depok, 2008


CEMAS

setiap rampung terhitung
kerikil-kerikil itu menjelma gunung
kian jauh puncak terpijak
kian kaku kaki beranjak

depok, 2008


BANDUNG-JOGJA: HARI TINGGAL ESOK

--muram batu

kita tak sedang membicarakan rambut
yang sebentar lagi berubah warna
sebaiknya kita segera mencari kasut,
ransel besar, dan tiket kereta
kita tak perlu lagi membicarakan rambut
sebab ia tak termasuk dalam agenda

bandung-depok, 2008


Ketika kau tak disini...



Aku tetap disini
Walau telah berlalu dari waktu itu
Ketika kau menyapaku dengan dua mata tersaput duka
Ketika kusambut uluran jabat tanganmu
Ketika kau ucapkan namaku dengan begitu manis

Aku tetap disini
Walau banyak yang telah terlewati
Ketika kau ceritakan tentang badai yang menerpamu tanpa ampun
Ketika kau terombang-ambing dalam lautan kebingungan
Ketika kau ingin berteriak tapi suaramu hilang ditelan perihnya luka

Aku tetap disini
Ketika kutemukan betapa manis senyum dimatamu
Ketika kurasakan betapa lembut sentuhanmu
Ketika kuresapi betapa kau sarat berfikir dalam diammu

Aku tetap disini
Ketika kau temukan kembali lepas tawamu
Ketika kau kembali menjejakkan kakimu walau badai masih menyisakan ombak
Ketika kau menyadari rintihanmu di dengar dan dimengerti

Akankah kau, aku tetap disini
Ketika hidup menerjang dengan sejuta alasan
Ketika cinta di pertanyakan legalisasinya
Ketika hati bukanlah ukuran bersatunya dua manusia

Bila telah datang masanya cinta diadili
Ku mau tak ada maki, Ku mau tak ada air mata
Ku mau kita mengingat ketika hanya ada kau, aku
dan selimut hangat terbuat dari serpihan-serpihan cinta
yang telah kita rajut bersama dengan benang ketulusan
dengan begitu kutahu pertemuan kita tidaklah terlalu sia-sia

~Bogor, 12 Feb 09~

Cerita Sebatang Pensil


Seorang anak laki-laki tengah memperhatikan neneknya menulis pada sebuah kertas. Tak lama, Dia bertanya:
“Apakah nenek menulis cerita tentang apa yg telah kita lakukan? Apakah itu cerita tantang aku?”
Neneknya berhenti menulis dan berkata pada cucunya:
“Sebenarnya nenek menulis cerita tentang kamu, tetapi yang jauh lebih penting daripada kata2 yg aku tulis adalah pensil yang kugunakan. Nenek harap kamu akan menjadi seperti pensil ini selama masa pertumbuhanmu.”
Terkesan, sang cucu memperhatikan dengan seksama pensil tersebut. Tidak terlihat ada yg istimewa.
“Tapi, pensil ini sama seperti pensil lainnya!”
“Itu tergantung dari bagaimana cara kamu memandangnya. Pensil ini mempunyai lima kualitas yang apabila kamu berhasil mengikutinya akan membuat kamu seorang yang selalu tenang dalam menghadapi hidupmu.”
“Kualitas kesatu: Kamu mampu melakukan hal-hal yang luar biasa, tapi kamu tidak boleh lupa bahwa akan selalu ada tangan yang memandu jalanmu. Kita menyebutnya tangan Tuhan, dan Dia selalu memandu kita sesuai dengan keinginan-Nya.”
Kualitas kedua: Ada masa masa dimana aku harus berhenti menulis dan menajamkannya dengan rautan. Hal ini akan membuat pensil ini menderita sedikit, tetapi setelahnya, dia akan makin tajam. Begitu juga kamu harus bisa menahan sakit dan penderitaan, karena akan membuatmu menjadi manusia yang lebih baik.”
“Kualitas ketiga: Pensil ini akan selalu membiarkan kita untuk menggunakan penghapus apabila ada salah tulis. Ini berarti bahwa memperbaiki kesalahan2 kita bukanlah hal yang jelek; Itu akan membawa kita kejalan kebenaran.”
“Kualitas keempat: yang benar2 penting dari sebuah pensil bukanlah kayu yg membungkusnya, tapi batang granit didalamnya. Maka, selalu perhatikan apa yang terjadi di dalam dirimu.”
“Terakhir, kualitas terakhir dari pensil ini: Pensil selalu meninggalkan coretan. Sama halnya, kamu harus memahami bahwa segala hal yang kau lakukan di dalam hidupmu akan meninggalkan bekas, maka cobalah untuk selalu menyadarinya dalam setiap tindakanmu.”

~dikutip dan diterjemahkan sendiri dari buku Paulo Coelho "Like the Flowing River"~

SOME FINAL PRAYER


DHAMMAPADA (PERSEMBAHAN UNTUK SANG BUDHA)
Akan lebih baik, daripada ribuan kata-kata,
Hanya ada satu, kata yang membawa perdamaian
Akan lebih bai, daripada ribuan puisi,
Hanya ada satu, puisi yang mengungkapkan kecantikan sejati
Akan lebih baik, daripada ribuan lagu
Hanya ada satu, lagu yang membawa kebahagiaan

MEVALAN JELALUDDIN RUMI (ABAD 13)
Diluar sana, diantara benar dan salah, terdapat lapangan yang sangat luas
Kita akan bertemu satu sama lain disana.

NABI MUHAMMAD (ABAD KE 7)
Ya Allah, Aku kembali padamu karena kau adalah Sang Maha Mengetahui, bahkan untuk hal yang tersembunyi.
Jika yang aku lakukan membawa kebaikan kepada diriku, agamaku, hidupku sekarang dan di akhirat nanti, maka berikan kemudahan dan ridha-Mu
Jika yang aku lakukan membawa keburukan kepada diriku, agamaku, hidupku sekarang dan di akhirat nanti, hentikan aku dari tindakanku.

YESUS DARI NAZARETH (MATHEW 7:7-8)
Mintalah, dan akan diberikan kepadamu; carilah, dan kau akan temukan; ketuklah, dan akan dibukakan untukmu. Untuk siapa saja yang meminta akan menerima, dan dia yang mencari akan menemukan, dan bagi dia yang mengetuk akan dibukakan.

DOA YAHUDI UNTUK PERDAMAIAN
Mari, kita daki Gunung Yang Mulia supaya kita berjalan di Jalan-Nya. Dan kita ganti pedang kita dengan cangkul dan tombak kita dengan arit.
Negara seharusnya tidak saling mengangkat senjata, mereka juga tidak perlu belajar tentang perang lagi.
Dan tidak ada seorangpun yang perlu takut, karena Yang Mulia telah berkata.

LAO TZU, CHINA (ABAD KE-6)
Jika ingin tercipta perdamaian di dunia, Negara harus hidup dalam damai.
Jika ingin tercipta perdamaian di dalam Negara, kota-kota tidak boleh saling menyerang.
Jika ingin tercipta perdamaian di dalam Kota, para tetangga harus memupuk saling pengertian.
Jika ingin tercipta perdamaian di antara tetangga, harus ditanamkan harmony di dalam rumah
Jika ingin tercipta perdamaian di dalam rumah, kita harus menemukannya terlebih dahulu di hati kita masing-masing

~dikutip dan diterjemahkan sendiri dari buku Paulo Coelho "Like the Flowing River"~

Tuesday, February 17, 2009

aku ingin mati disisimu, manis




Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza
Tapi aku ingin menghabiskan waktuku disisimu sayangku
Bicara tentang bunga-bunga yang manis di lembah mandalawangi

Ada serdadu –serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisimu manisku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setanpun tahu

Mari sini, sayangku
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung
Kita tak pernah menanmkan apa-apa
Kita tak pernah kehilangan apa-apa
~gie~

TOUR DE LANGKAWI







Ini foto-foto stok waktu sempat jadi TKW di Negeri Jiran Malaysia, hehehe...
Aku sama temen-temen yang waktu itu bekerja di Kuala Lumpur International Airport sebagai Customer Service, kerjaan utama kita ya bikin form cuti untuk jalan-jalan, hehehe...
Kita sempat mengunjungi Langkawi Island yang terletak di bagian utara semenanjung Malaysia mendekati perbatasan Thailand. Ini memang pulau yang dibuat sedemikian rupa untuk memanjakan wisatawan. Langkawi juga merupakan free tax area, dimana kita bisa membeli barang-barang bebas cukai.
Memang sangat nyaman dan kita bisa berlibur dengan budget yang minimum sekalipun. Kami berangkat dari Kuala Lumpur menggunakan Bus Ac yg nyaman dan relatif murah (cuma 100rban).
It takes 8 hr from Kuala Lumpur to Kuala Kedah by bus. We travel by night, so we just slept along the way. From Kuala Kedah we took ferry to Kuah jetty, Langkawi Island. We just take a cab to find nice and cheap motel and explore the island for 2 days. It's nice and convenient. The beaches are clean and beautiful. We really have a good time there.
But, compare to Bali and Lombok, we still prefer Bali and Lombok of course. as Langkawi is small island and not much to see beside beaches and beaches...

Saturday, January 24, 2009


Kangennn.....
Kata itu sekarang ini sering sekali terucap dari mulutku, tertulis tanganku, terketik di laptopku.
Akh!! Kalau "rasa" itu sudah mulai memasukkan virusnya ke dalam otak dan hati kita, memang kita akan dibuat tidak berdaya. Ketika "cinta" menyapaku entah untuk yang keberapa kali, ku sempat menepisnya, "akh! ngapain sih lo, bikin ribet aja!". Saat itu sebenarnya aku sedang "in relationship" yang berstatus "mission impossible", tapi "what the hell" lah!! yang penting aku bisa sibuk dan bisa melampiaskan bakat sayang-menyayangku.
Tapi, seperti sebelumnya, si "cinta" kali ini juga menang terhadap logika yang kumiliki. Tapi, apakah perlu logika dalam urusan hati?? Sudah jelas-jelas logika itu urusannya otak kita yang sudah jelas2 juga sangat sedikit terpakai oleh kita fungsinya.
Jadi, jangan salahin hati kalo ternyata dia berada di atas angin dalam hal ini.
Ada yang menarik berkaitan dengan perasaan kangen yang mulai meracuni akal pikiranku ini. Yang paling kusukai adalah aku jadi punya keinginan untuk menulis lagi. Yang entah berapa lama sudah tidak kulakukan. Bahkan, aku sudah hampir setahun tidak mengisi jurnal yang telah menjadi bagian hidupku dari aku SMP.
Kata ini sangat ajaib bagiku saat ini, karena kata itulah yang menjadi pembuka bagi "rasa", "kata", "tindakan" yang mengikuti selanjutnya. Hanya karena sebuah kalimat, "Kok, aku jadi kangen sama kamu yah...", bendungan "rasa" jebol dan masuklah air bah menghanyutkan segala yang berada di depannya.
Akupun hanyut, saat ini terasa seperti mengambang dan sedikit shock. aku tahu di depan sana aku pasti akan terantuk batu, tersangkut akar pohon, tergulung ombak dan mungkin akan terhempas dengan badan remuk dan hati retak. Tapi, masih ada juga sebuah asa yang menelusup dan mengusap2 hatiku bahwa mungkin saja disaat aku terhanyut akan ada sebuah perahu yang datang mengangkatku, mengeringkan badanku dan memberikan kehangatan sehingga aku bisa kembali pulih.

Sunday, January 11, 2009

THAIPUSSAM CEREMONY






In 2006 I was witnessing this extravagant event of Thaipussam in Batu Caves, Selangor. I was very dramatic and deep experience for my selves. You mas say that beside all the reporter and foreigners It was the only Indonesian that presented that day.

Taken from:www.journeymalaysia.com/MHIS_batucaves.htm
In 1878, the expansive jungle encapsulating the tiny town of Kuala Lumpur was impenetrable to most except the 'orang asli' (local tribes) and a few local Malay folk who entered the area in search of food, attap, wood, rattan and medicinal herbs to trade. Batu Caves, about 13km North of the city centre (reachable only by a gruelling pony track in those days) was left to its pristine, undisturbed slumber. One day out hunting, the intrepid American Naturalist, William Hornaday noticed an undeniably strong odour, a mixture of guano and durian. Intrigued by the stench he followed the trail to a towering limestone ridge. His guides of several local aborigines (called Jakun) and an elderly Malay led the hunting crew up the 40foot(12m) face cliff. The climb was made easy by a pile of angular rocks that over the years of wear and tear had chipped off the cliff. Soon after they arrived at a huge cavernous mouth. The pungent odour must have been overpowering as they trudged into the darkness of the cave, sinking into the dry, loose guano covering the cave floor. The Jakun were more than familiar with the area, using the cave as a shelter from wild, marauding elephants and other dangerous creatures and also to trap bats for food.

Hornaday was awestruck by the size of the cavern and the creatures living within. For the next few days, the group spent much time exploring other caves in the area. There they found Gua Lambong (Lambong Cave). He described his find, 'We found ourselves in a grand cathedral. We walked along a grand gallery with clean and level floor, perpendicular walls and gothic roof, like the nave of a cathedral, 50feet(15.2m) wide and 60feet(18.3m) high. At the far end, the roof rose in a great round dome 90 or 100feet high perfectly resembling St.Peter's in Rome.'

This perfect setting was indeed a place of worship later - the worship of Lord Murugan.

Hornaday and his crew returned to town with wonderful stories about the 'find' and soon picnic parties to the caves were the 'rage of the month' for the colonial socialites. Guests were transported to the caves on elephants. While the servants laid out a sumptuous spread of food and drinks, the guests lazed in the shade of the forest canopy and marvelled at the glorious backdrop of the limestone cliffs.

Then the Hindu devotees began making pilgrimages to the caves, clambering up the jagged rocks to the Temple Cave in 1890s. They turned the cave into a shrine for Lord Murugan. In 1955, two British employees from Sime Darby and Company, fervent cave explorers stumbled upon an intact skeleton in the deep crevices of the Dark Caves. On the wall was an inscription scribbled in Chinese introducing the dead as a Chinese man from Lok Wooi District in South China and signed off 3rd February in the 28th year of the Chinese Republic (1940). On further exploration, the cavers found another four skeletons not far from the first one. They were believed to have used the caves to hide from the British and Malayan soldiers during the Emergency Period and had committed suicide, perhaps to evade being captured and imprisoned as communist terrorists. If you are interested in caving exploration, the Malaysian Nature Society has frequent caving activities in the area.

Monday, January 5, 2009




lagi kangen dengan alam... inget lagu ini de jadinya...

MAHAMERU

Mendaki melintas bukit
Berjalan letih menahan menahan berat beban
Bertahan didalam dingin
Berselimut kabut Ranu Kumbolo...

Menatap jalan setapak
Bertanya - tanya sampai kapankah berakhir
Mereguk nikmat coklat susu
Menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta

Chorus:
Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sebuah legenda tersisa
Puncak abadi para dewa

Masihkah terbersit asa
Anak cucuku mencumbui pasirnya
Disana nyalimu teruji
Oleh ganas cengkraman hutan rimba
Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta

Chorus

Bersama sahabat mencari damai
Mengasah pribadi mengukir cinta

Chorus

Mahameru berikan damainya
Didalam beku Arcapada
Mahameru sampaikan sejuk embun hati
Mahameru basahi jiwaku yang kering
Mahameru sadarkan angkuhnya manusia
Puncak abadi para dewa...

~DEWA 19~